Tukang sepet adalah satu salah satu label yang dicapkan pada saya. Harus saya akui bahwa hobi saya adalah nyepet. Untuk yang belum kenal istilah itu, sepet adalah sindiran terselubung, bukan hanya sekedar menyindir, tetapi seni membungkus sebuah sindiran dengan elegan, mengajak lawan bicara merenungkan kembali tindakannya atau pemikirannya dan pada akhirnya tumbuh kesadaran dari dalam dirinya sendiri, bukan menjejalkan kesadaran ke dalam otaknya.
Filosofi Sepet
“Fly like a butterfly, sting like a bee.” (Moh. Ali)
Dibalik sayap kupu – kupu yang lembut dan rapuh, terdapat sengat yang berbisa. Inilah kekuatan sepet, kritik pedas dan tajam yang terbalut oleh manisnya kata – kata.
Memulai Sepetan
Hal pertama yang harus dilakukan adalah membuka pertahanan psikologis lawan bicara. Kesankanlah bahwa apa yang anda bicarakan bukan soal dia. Ketika dia merasa bahwa anda tidak sedang membicarakan dia, maka dia tidak akan membangun sikap defensif. Manfaatkan fakta bahwa kita lebih suka mengkritik orang lain daripada diri sendiri. Teknik yang sering saya pakai sebagai awalan adalah mengarang cerita anonimous, pura – pura curhat atau seolah – olah contoh kasus dari orang ketiga. Bisa juga mengawali dengan basa – basi, atau cerita yang tidak terstruktur, lompat sana – lompat sini, sehingga lawan bicara tidak dapat menangkap kesan bahwa dia yang akan menjadi fokus pembicaraan yang sebenarnya. Selain itu, teknik ini juga berguna untuk mengajak lawan bicara untuk melihat suatu hal dari perspektif orang lain, mencoba merasakan apa yang mungkin dirasakan oleh orang lain.
Memasukan Sindiran
Ketika pertahanan sudah terbuka, saatnya memasukan serangan ke jantung kesadaran. Masukan sindiran mengalir secara perlahan. Tentukan sendiri batas kemampuan lawan bicara dalam mengunyah sindiran anda, jangan beri lebih dari yang dia mampu terima. Namun ada kalanya kita kebablasan, saking asyiknya melempar sindiran, anda akan mengetahuinya ketika lawan bicara mulai bersikap defensif, berusaha mengubah topik, atau malah berusaha menyudahi pembicaraan. Ini menandakan dia sudah merasa tidak nyaman dengan apa yang sedang anda bicarakan.
Jeda dan Distraksi
Ketika sindiran sudah mulai intensif atau saat lawan bicara sudah mulai tidak nyaman, anda harus berhati – hati. Saatnya ada memberi jeda untuk mendistraksi dia dari sindiran anda. Masukan intermezo, bicarakan hal lain, sesuatu yang ringan. Atau tanyakan pendapat dia tentang hal – hal yang berkaitan dengan bahan pembicaraan. Hal ini berguna supaya seolah – olah anda tidak mendikte dia dan merasa bahwa pendapatnya masih dihargai. Begitu pembicaraan sudah kembali rileks dan pertahanannya mengendur kembali, anda dapat memasukan kembali sindiran anda. Supaya tidak ada kesan anda mengulang kembali pembicaraan yang lalu, gunakan awalan cerita yang berbeda. Sebelum kembali ke topik yang sama.
Hasil Akhir
Hasil akhir yang diharapkan dari sepetan adalah lawan bicara menjadi satu ide dengan kita. Timbul kesadaran dari dalam dirinya untuk mengiyakan pemikiran kita, tanpa merasa dipaksa. Namun prosentase kegagalan tetap ada. Anda juga harus berhitung siapa lawan bicara anda dan strategi timing yang harus anda jalankan. Selamat mencoba, hehehehe….
Komentar