Sebuah Perjalanan Dan Aura Bercinta

3 06 2009

Sebuah catatan perjalanan.

Saat itu hari raya Idul Fitri. Sebagai orang yang terlahir non-muslim, tentu kami tidak merayakannya. Tetapi dari situlah ide ini muncul. Idenya sederhana saja, kami ingin merasakan apa yang disebut orang – orang mudik Lebaran.

Kapan? Aku dan Paka sepakat memilih hari kedua Lebaran. Dengan pertimbangan tidak menambah beban transportasi, kami pikir orang – orang yang merayakan Lebaran lebih prioritas dibanding kami, pada hari pertama Lebaran.

Kemana? Kami tidak punya kampung untuk pulang, karena memang kami masih tinggal di kampung, dengan orang tua kami masing – masing. Hmm… ke kampung siapa ya? Ah…. kampungnya Mawar…sebuah kota yang sekarang sedang bermasalah dengan lumpur. Kami tahu dia pulang mudik, pasti dia ada disana.

Naik apa? Untuk bisa menikmati mudik, harus memilih moda transportasi yang paling tidak nyaman, dan diantaranya kami memilih kereta api ekonomi. Kami ingin sedekat mungkin dengan pengalaman mudik.

Berangkatlah kami berdua, jam 8 pagi tanpa memberi tahu maksud kedatangan kami ke Mawar. Sebuah kejutan… Entah dia atau kami yang bakal terkejut.

“Nanti kalo gak ketemu Mawar gimana ?” tanyaku kuatir.

‘Tenang….kita bisa tidur di masjid.’ sahut Paka.

‘Hmmm…yg penting kita bawa ponco, buat alas tidur, kalo terpaksa tidur di emperan.’

“Oke.”

Perjalanan yang sesak dan gerah kami rasakan. Kami senyum – senyum saja, karena itu memang itu yang kami cari, pengalaman. Senyum kami bersambut obrolan dari orang yang kebetulan duduk berhadapan dengan kami, sepasang suami – istri yang sangat ramah. Sebuah obrolan yang menghantarkan kami sampai ujung 6 jam perjalanan.

Hujan deras menyambut kami di kota itu, dan untung kami membawa ponco yang melindungi kami dari basah air hujan.

“Kemana kita sekarang ?”

‘Telpon Mawar, tanya alamat rumahnya…’

Kami segera menelpon, di tengah guyuran hujan yang sangat deras.

” Haloo…Mawar…aku ada di stasiun nih…mau ke rumah kamu, alamatnya dimana?”

‘Giiiillaaaa…sama siapa..? Sendiri…..?’

“Sama Paka kok !”

‘Kalian berdua…uueedaannn! Coba kalo aku gak dirumah gimana? Tidur dimana kalian?’

“Udah deh, alamat kamu dimana..?”

Sesudah kami mendapatkan alamatnya, kami menghambur keluar stasiun. Mencari angkutan untuk mencari alamat itu.

“Naik becak aja, lebih enak buat cari alamat, kalo naik angkot kita ga tahu turun dimana…”

‘Hah mana ada becak narik, hujan – hujan begini..’

“Jauh ga sih? Kalo ga jauh kita jalan kaki aja.”

‘Kata Mawar sih ga jauh dari stasiun. Tanya orang aja.’

Akhirnya ada seseorang disekitar stasiun itu yang berhasil meyakinkan kami bahwa alamat itu bisa ditempuh dengan jalan kaki, dan kami melakukannya.

Dengan mengenakan ponco, kami berjalan kaki selama…2 jam.

“Ini rumahnya…”

‘Yakin?’

“Yup.”

Kami mengetuk pintu rumah itu. Seorang wanita tengah baya, yang kami yakin ibunya Mawar, keluar dengan penuh tanda tanya.

“Malem tante, Mawarnya ada..?”

‘Oh barusan keluar….lagi jemput temennya dua orang yang dateng dari Jogja.’

“Eeehh…itu kami tante, kami berdua dari Jogja.”

“Waaah….kalian ya? Habis dari tadi ditungguin ga sampai – sampai. Jadi Mawar cari kalian di stasiun. Ya sudah, tante kasih tahu Mawar kalian udah sampai.”

Akhirnya terjadi pertemuan yang mengharukan antara kami bertiga. Sebenarnya kami kelihatan konyol waktu itu, karena bermuka basah, mengenakan kaos oblong, celana pendek, sandal jepit dan dibalut dengan ponco.

Kami disambut dengan ramah oleh Bapak, Ibu, Kakak dan Adiknya. Setelah istirahat sebentar, mandi dan makan malam, kemudian bertiga, aku, Paka dan Mawar berkumpul nonton TV di ruang tengah.

Tiba – tiba….klek…

Suara pintu terbuka dari kamar orang tuanya Mawar. Sesaat kemudian keluar sebuah wajah cantik bak bidadari dengan sinar yang memancar keluar. Senyum terukir di wajahnya. Rambutnya lurus tergerai ketika ikat rambutnya dilepas.

” Met malem, tante… ” serempak aku dan Paka menyapa.

Aku melirik ke Paka, dan aku tidak sangka dia sudah melirik ke arahku. Dari matanya aku bisa mendengar apa yang ingin dikatakannya kepadaku. Kalo aku dan dia punya telepati, aku yakin dia hendak berkata :

” Wah, cantiknya…. Itu ibunya Mawar ya….kok sekarang jadi cantik ya? Padahal tadi kita ketemu biasa saja.”

” Iya, mukanya bercahaya. Kok berubah ya…”

Mawar menatap kami terheran – heran, sebab sesaat sebelum ibunya Mawar keluar kamar, kami bertiga memang sedang ngobrol seru, dan obrolan itu tiba – tiba terhenti karena momen itu.

Klek….

Pintu itu terbuka lagi…..

Keluarlah seorang laki – laki yang memberi kami senyuman, sambil memperbaiki posisi sarungnya.

“Met malem, om..” serempak kami menyapa bapaknya Mawar yang baru saja keluar.

Kembali aku melirik ke Paka, dan lagi – lagi dia sudah melirik ke arahku. Kali ini matanya berkata:

“Apakah kamu berpikir apa yang aku pikirkan..?”

‘Ya, tentu saja. Aku tidak ragu lagi.’

” Sarung itu menjelaskan semuanya. Aura yang terpancar dari wajah tante itu adalah…”

‘Aura bercinta..’

Kami tahu rasa puas itu bisa terpancar dari wajah seseorang, yang tidak kami tahu aura itu bisa membuat wajah bersinar – sinar dan memancarkan daya tarik yang luar biasa, hingga membuat pikiran kami melayang – layang.

“Kenapa sih kalian ?” tanya Mawar setengah berteriak.

Pikiran kami kembali menginjak bumi, tersadar oleh suara Mawar, dan melanjutkan obrolan yang tadi sempat terhenti.

FACEBOOK Share





Evolusi Cinta

23 05 2009

[release ulang tulisan lama]

Dan pertanyaan itupun bergulir. Saat itu aku dan Mika sedang makan di warung Kenari, yang setiap harinya penuh, terutama oleh gadis – gadis cantik, yang aku kira masih kuliah. Cowok juga ada, cuma segelintir.

“Kenapa sih sekarang cewek cantik tambah banyak, sementara cowok cakep makin dikit?” Tiba – tiba dia bertanya, diikuti kepalanya yang celingak – celinguk kiri kanan, seperti berusaha keras mencari pemandangan yang sejuk. Pertanyaan itu membuatku berhenti mengunyah, lalu sedikit mikir. Sedikit aja karena pertanyaannya gak ilmiah, jadi gak perlu mikir banyak – banyak. Paling tidak aku meyakinkan diriku dulu bahwa aku termasuk yang sedikit itu.

“Itu semua salahmu…salah kalian para wanita.” Suaraku agak keras, sengaja, supaya meja sebelah ikut dengerin.

“Salahku? Dimana peranku yang membuat mereka terancam punah? Justru aku gak ingin itu terjadi, supaya aku gak harus desperate cari pacar seperti sekarang, dodol !”.

Kalimat terakhirnya membuatku tersenyum, dan lebih tersenyum lagi ketika aku ingat memang dia lagi cari pacar. Delapan bulan telah lewat sejak dia didepak pacarnya yang juga teman kuliahku sendiri. Pacarnya yang juga temanku itu ninggalin Mika demi cewek lain, setelah mereka pacaran 6 tahun lebih. Bagian didepaknya sih kupikir bukan masalah buat Mika. Cuma yang bikin dia jengkel adalah timingnya.  Kenapa setelah 6 tahun? Kenapa gak sebelumnya? Kenapa kamu meninggalkan aku saat aku sudah terlalu tua untuk cari pacar? Dia memang belum terlalu tua, umurnya baru juga 27 tahun. Tapi umur segitu sudah banyak yang malas untuk memulai lagi sebuah hubungan, apalagi masih harus melewati fase pacaran yang serba spekulatif dan penuh trial and error. Menambah daftar kejengkelannya adalah kenyataan bahwa sampai sekarang dia belum juga dapat pengganti, sementara bekas pacarnya yang temanku itu sudah berpeluk cium dengan seekor betina gak tau diri. Tapi ini semua cuma dugaanku, aku gak pernah tahu, dan gak berminat untuk tanya.

“Kamu tahu teori evolusi kan?”, tanyaku. Segera dia mengangguk.

“Semua makhluk hidup berevolusi mencari bentuk dan kondisi terbaik atas kebutuhan dirinya dan keadaan lingkungan tempat tinggalnya.” Matanya masih tertuju padaku, pertanda bahwa dia menyimak omonganku.

“Kamu tahu kenapa jerapah berleher panjang? Teorinya adalah hal ini disebabkan oleh alam yang menuntut demikian, supaya dia bisa makan pucuk – pucuk daun di tempat yang tinggi. Mungkin pada saat itu populasi herbivora sangat banyak, tidak seimbang dengan populasi rumput dan semak yang tersedia sehingga si jerapah ini selalu gak kebagian karena dia termasuk binatang yang lamban, dan yang tidak bisa diperebutkan lagi adalah pucuk daun yang tinggi, maka berevolusi lah tubuh jerapah ini dengan memanjangkan lehernya untuk meraih pucuk – pucuk daun itu, dengan demikian dia bisa bertahan hidup dan kehidupannya terus berjalan sampai sekarang”.

“Ya, aku pernah dengar itu”, timpalnya.

“Ada juga teori tentang kepunahan manusia purba Cro Magnon. Para manusia Cro Magnon punah karena tidak bisa beradaptasi dengan perubahan alam yang cukup ekstrim. Berbeda dengan Homo sapiens yang daya pikirnya lebih hebat, lebih maju. Homo sapiens lebih bisa menggunakan akalnya untuk mengatasi hambatan – hambatan hidup yang disebabkan oleh lingkungan tempat tinggalnya, dengan kata lain tingkat adaptabilitasnya lebih tinggi dibanding manusia Cro Magnon. Karena tidak bisa bersaing dengan Homo sapiens itulah maka manusia Cro Magnon jadi teralienasi, hingga tidak bisa bertahan dan akhirnya punah.” Selesai berkata segera kutarik nafas panjang dan segera kusedot es teh dengan pipet.

“Kalo yang itu aku baru denger, tapi aku tetep gak ngerti…apa hubungannya sama kepunahan cowok – cowok cakep? ” Mika menegaskan kembali pertanyaan besarnya.

“ Nah kepunahan itu bisa dijelaskan lewat teori-teori itu.” Sepotong tempe selesai kubelah di saat yang bersamaan aku selesai mengucapkan kalimat itu.

“Sekarang cewek lebih banyak yang membutuhkan cowok kaya ketimbang cowok ganteng, sedangkan cowok, baik ganteng maupun tidak, kaya maupun tidak, tetap dengan pola pikir tradisionalnya untuk mencari cewek cantik, jarang cowok yang mau menjamah cewek yang physically tidak menarik, sehingga ketersediaan cewek cantik sangat terbatas, karena peminatnya sangat banyak. Karena kondisi yang demikianlah yang menyebabkan spesies cowok dituntut berevolusi menjadi cowok kaya dengan kompensasi tidak ganteng, karena kegantengan tidak dibutuhkan lagi. Hal itu terjadi supaya bisa bertahan hidup dan berkembang biak. Dan mungkin pada akhirnya semua cowok akan berubah menjadi kaya dan tidak ganteng, sehingga pada saat itu terjadi, mustahil menemukan cowok ganteng, sama mustahilnya menemukan jerapah berleher pendek saat ini. Sementara itu cewek – cewek juga berevolusi menjadi cantik agar masih bisa berkembang biak dengan cowok kaya yang tidak ganteng, dan menghasilkan keturunan, laki – laki yang tidak ganteng seperti bapaknya, atau perempuan cantik seperti ibunya. Kalo toh keturunan mereka cowok ganteng kaya atau cewek tidak cantik kaya[1], populasinya tidak akan banyak. Keturunan jenis yang pertama[2] , adalah spesies minoritas superior, yang bisa bertahan hidup hanya untuk mengetahui bahwa kegantengannya adalah sebuah komoditas yang tidak lebih berharga dari sebuah mobil Jaguar, dan akhirnya jiwa dan raganya pun berevolusi. Keturunan jenis yang kedua[3], lebih menderita, karena harus memilih, tetap bertahan untuk punah atau mengikuti arus evolusi yang terjadi untuk tetap bertahan.” Aku menutup penjelasan itu dengan sebuah kepulan asap rokok yang keluar dari mulutku, “ Sejalan dengan teori evolusi itu maka terjadi juga evolusi di pihak cewek, menjadi cantik karena tuntutan alam yang demikian. Mereka tidak perlu kaya karena dengan kecantikan, kekayaan akan mendatangi mereka. Lebih mudah menjadi terlihat cantik ketimbang menjadi kaya….. ”

“Kultur pun menjadi salah satu katalisator terjadinya evolusi ini. Para laki – laki selalu tumbuh dengan doktrin bahwa dia harus bertanggung jawab, menafkahi istri, punya harga diri. Sementara perempuan selalu mendapat didikan untuk patuh pada suaminya, menggantungkan hidup pada suaminya. Coba apa kata orang bila lihat seorang laki – laki tidak bekerja, mengurus rumah, dan istrinya yang mencari uang? Jangankan seperti itu…walaupun sama – sama bekerja saja, jika si laki – laki berpenghasilan lebih rendah dari si istri, nuraninya mengharuskan dia untuk merasa malu, apalagi menggantungkan hidup sepenuhnya. Sementara jika sebaliknya, itu terjadi pada perempuan, maka ia terbebas dari rasa malu seperti yang dimiliki laki – laki.

Maka tumbuh subur lah cewek – cewek materialis kapitalis, tanpa halangan yang cukup berarti, berbeda dengan cowok materialis kapitalis yang nantinya akan mati tertimpa kemaluannya[4] sendiri. Dan untuk bisa menjadi cewek materialis kapitalis yang dibutuhkan adalah wajah dan body.

Bisa juga kita bilang cowok ganteng adaptabilitasnya lebih rendah dibandingkan dengan cowok kaya terhadap perubahan alam yang seperti ini[5]. Sehingga cowok ganteng tidak akan mendapat tempat untuk berkembang biak di bumi ini, karena cewek cantik yang diidamkanya memilih kawin dengan cowok kaya, sementara dia sendiri gak mau kawin sama cewek yang gak cantik. Inilah yang menyebabkan mereka terpinggirkan, sebuah awal dari kepunahan mereka, yang sebentar lagi akan datang. Sementara itu cowok kaya bisa lebih beradaptasi dengan kondisi ini. Meskipun mereka tidak ganteng, mereka punya cukup uang, mereka bisa menutupinya dengan mobil mewah, rumah mewah, dan perbendaharaan kemewahan lainnya, yang membuat teman wanitanya mabuk kepayang.

Intinya sama seperti apa yang terjadi dengan Cro Magnon dan Homo sapiens, cowok ganteng itu manusia purba (Cro Magnon) dan cowok kaya itu manusia modern (Homo sapiens).”

Penjelasanku berhenti sampai disini. Saat kupandang wajahnya, bola matanya sudah naik ke langit – langit, agaknya sedang mencerna kata – kata yang baru saja kuucapkan. Setelah turun bola matanya menghadapku, segera dia merespon, “Ow….jadi itu yang terjadi. Setahuku evolusi itu terjadi dalam rentang waktu yang sangat panjang, berarti kondisi ini sudah sangat lama terjadi?”.

“Yup, benar. Jujur deh… kalo kamu disuruh memilih antara cowok ganteng atau cowok kaya, kamu pilih yang kaya kan?” Kusidang dia di tempat, emang cuma polisi aja yang bisa. Aku cuma dapat senyuman dan anggukan darinya, penuh perasaan bersalah.

Tiba – tiba terdengar bunyi ribut dari alat makan yang dilemparkan ke atas piring dari meja sebelah. Kami berdua mengamati pelakunya, ternyata dua orang gadis, yang kalau aku tebak seumuran dengan temanku Mika ini. Dandanan mereka cukup bening buat mata lelaki, senang bisa punya kesempatan bertemu mereka. Mereka cantik walaupun tanpa riasan yang tebal. Aksesorisnya cukup simple, tidak terlalu ramai, tetapi tetap saja orang yang melihat bisa tahu bahwa barang – barang yang mereka pakai termasuk barang mahal, tanpa perlu bantuan paranormal sekalipun. Seperti dalam suasana yang serba terburu – buru mereka segera menghabiskan minuman, sedot habis, lalu cabut dengan langkah kaki panjang dan muka kecut. Aku dan Mika berpandang – pandangan, sepertinya mereka tersinggung dengan obrolan kami. Tapi tidak perlu aku merasa berdosa karena telah menyinggung perasaan mereka, sikap mereka aku anggap sebagai sikap mengamini teoriku tadi. Kenyataan memang pedih, Jendral !!… eh maksudku Girls!!!

“Evolusi ini akan terus bergulir sampai mencapai keadaan yang setimbang, atau sampai keadaan berubah”.

“Sebentar….tunggu dulu, cewek cantik tambah banyak sudah aku akui, tapi apa bener banyak cowok tambah kaya? Sebagai dampak dari evolusi itu harusnya terjadi kan?”, sergahnya.

“Loh, apa kamu gak lihat sekarang banyak mobil mewah berkeliaran di jalan. Jalan mulai macet itu karena populasi mobil bertambah secara signifikan. Penyebab macet adalah banyak mobil, banyak makan tempat ketimbang motor atau sepeda, ya toh? Setiap dilongok ke dalam kaca – kaca mobil itu pasti kamu temukan wanita cantik, dengan sopir pribadinya, merangkap suami, atau whatever lah. It’s true…!!”

“Ehmm…. Walaupun kedengarannya meyakinkan, tapi aku tetep anggap teorimu itu konyol.”

“He he…boleh aja kamu bilang konyol, kenyataannya toh kamu lebih milih cowok kaya ketimbang cowok ganteng…..weeek!”

“Dodol lu…!!”

Kehidupan tak pernah lepas dari evolusi, semakin keras dan kompetitif. Cinta sebagai bagian dari kehidupan turut pula berevolusi. Evolusi cinta telah berproses begitu panjang, tidak hanya mengubah pola pikir tentang cinta dan perilaku kita bercinta, tetapi juga fisik[6] kita untuk mendapat cinta.

Perempuan dituntut untuk menjadi cantik. Kecantikan yang hanya akan dinikmati oleh orang lain, sementara tubuhnya sendiri menderita oleh pisau bedah, jarum suntik, sedot lemak, obat – obatan pemutih kulit dan pelangsing tubuh, dan tumpukan silicon yang dijejalkan ke tubuhnya. Menyedihkan memang kalau kita baru bisa menyukai diri sendiri setelah lebih dulu orang lain menyukai diri kita. Ironi !


[1] Kaya dari bapaknya yang tidak ganteng itu.

[2] Cowok ganteng kaya

[3] Cewek gak cantik kaya

[4] Maksudnya rasa malu

[5] Lebih susah untuk menjadi kaya ketimbang memepertahankan kegantengan, makan tuh genteng, eh, ganteng !

[6] morfologi

FACEBOOK Share





Hal Pernikahan

27 03 2009

Wedding time…!

Semakin dekat aja rasanya. Semakin mengerucut pada satu kesimpulan. Gak yakin !

Edan kowe… le…! Wes tinggal pirang sasi loh ! Demikian teriak ibuku, yang jantungnya kubuat kembang kempis dalam irama ‘super chaos’ akibat statement – statementku yang tidak menunjukan perkembangan kedewasaan.

Ya… a lot of worries, mom. Banyak berpikir ‘how if ‘. I want to take it slow, as slow as possible….

Ibuku berfirman :

Menikah itu seperti rel kereta api. Ada dua batangan besi di kiri dan kanan. Yang satu kamu dan yang satu lagi pasanganmu. Walaupun terdiri dari dua batang besi yang berbeda tetapi mereka mengarah ke satu tujuan yang sama. Dan dua batang besi itu tidak bisa dipaksakan jadi satu.

Hmm…sedikit menenangkan, tapi yah tetep aja…ada keraguan. Bagaimana bila ternyata tujuannya gak sama ? Gak ada jaminan memang, semua akan lancar – lancar saja. Tapi Tuhan menjamin aku akan baik – baik saja, begitu imanku percaya, seperti bunga bakung dan burung – burung yang telah dipelihara-Nya.

FACEBOOK Share





Pertemuan Yang Mengganggu (Ending adalah pilihan)

14 12 2008

Saat itu yang Siska duduk disebelahku. Dia sibuk dengan semangkuk caesar salad dan segelas tomato juice. Sementara didepanku hanya ada segelas lime squash dan sebungkus rokok Dunhill. Perutku terasa kenyang malam ini. Sebenarnya kami hanya ingin nonton film, tapi masih ada 45 menit lagi sebelum film diputar. Sembari menunggu  kami memutuskan untuk nongkrong di tempat ini.

Tangan Siska selalu memeluk lenganku. Entah kenapa, dia selalu menikmat waktu – waktu bersamaku. Sementara aku selalu merasa ada yang kurang dengannya. Tolong jangan tanya apa, karena aku sendiri tidak akan bisa menjawab pertanyaan itu. Aku juga tidak tahu. Yang aku tahu, dia datang kepadaku dengan penuh cinta, dan sebagai rasa hormatku kepadanya aku harus membalas rasa sayangnya. Tidak ada yang memaksaku memang, tapi kadang begitulah aku, selalu memposisikan diriku pada sudut tanpa celah menghindar, seperti tidak punya pilihan lain.

Padahal malam sebelumnya, aku membaca sebuah blog. Catatan Josephine tentang kehidupan dan tentang pilihan hidup. Aku review kembali tulisan itu dalam otakku. Hidup adalah tentang pilihan, meskipun kita tidak ingat, di awal kehidupan pernahkah kita diberi pilihan oleh Tuhan untuk mau dilahirkan ke dunia atau tidak. Kalaupun pernah dan dulu aku menjawab ‘mau’, sekarang aku menyesalinya.

Akankah Siska menyesal atas pilihannya untuk hidup denganku? Setidaknya untuk saat ini, wajahnya tidak menampakan itu, wajah yang membuat banyak orang menatap kepadanya. Aku sadar banyak memperhatikannya, namun mata Siska tidak pernah membalas, hanya kepadaku pandangannya tertuju.

Sebuah tatapan dari meja seberang, mengganggu malam ku.  Kuperhatikan wajah manis itu, sangat lembut. Dia memperhatikanku dari mata sipitnya. Tatapannya lebih tajam dari mata yang terbuka lebar sekalipun. Rona muka melankolis, ciri khas etnis terbesar dan tersebar di dunia. Sedikit demi sedikit wajah itu mulai mengisi hatiku.    

“ Sayang, minta bill dong. Filmnya udah mau mulai nih..”

Suara lembut Siska membuyarkan pikiranku. Segera aku minta bill, dan membayarnya. Langkah cepat menuju lift dengan pikiran melayang. Berjuta pertanyaan tentang arti tatapan itu dan mengapa begitu menggangguku, seperti riak air saat seseorang melemparkan batu ke dalam kolam yang tenang.

“ Tunggu!”

“Ada apa ?” tanya Siska.

“Korek ku ketinggalan di meja, aku ambil dulu, tunggu aku di lobby lift ya…”

**********

Ending  1

Aku kembali ke mejaku tadi. Saat aku melintas, sepasang mata itu masih terpaku kepadaku. Aku amati mejaku mencari korek yang tertinggal, tapi tidak aku temukan. Memang tidak akan aku temukan. Aku hanya pura – pura. Korek itu telah ada di saku sejak aku meninggalkan meja ini. Aku hanya ingin memastikan sepasang mata itu memang mengintai diriku, tatapan itu memang untukku.  

Aku tersenyum kepadanya. Dia membalas senyumku ditambah dengan kerlingan mata menggoda.

Namun aku akan menunggu. Aku tidak akan mendekatinya malam ini.

“ Suatu saat kita akan bertemu lagi, bila itu memang takdir buat kita..”,  kataku dalam hati.

Pilihan yang berat, aku sendiri tidak yakin akan bertemu dengannya lagi. Langkah panjangku mengantarkan aku kembali kepada Siska yang menunggu di lobby lift.

Pertemuan ini sangat  mengganggu ku…

**********

Ending  2

Aku kembali ke mejaku tadi. Saat aku melintas, sepasang mata itu masih terpaku kepadaku. Aku amati mejaku mencari korek yang tertinggal, tapi tidak aku temukan. Memang tidak akan aku temukan. Aku hanya pura – pura. Korek itu telah ada di saku sejak aku meninggalkan meja ini. Aku hanya ingin memastikan sepasang mata itu memang mengintai diriku, tatapan itu memang untukku.  

Aku  tersenyum kepadanya. Dia membalas senyumku ditambah dengan kerlingan mata menggoda.  Sengaja aku tajuhkan kartu namaku diatas mejanya dan aku berlalu. Setelah beberapa saat aku menengok ke belakang, aku melihatnya sedang memegang kartu namaku dengan tulisan tangan ‘call me’ dibaliknya, yang aku tulis ketika aku berpura – pura mencari korek.

Pilihan yang beresiko, aku sendiri tidak yakin akan apa yang kulakukan ini. Langkah panjangku mengantarkan aku kembali kepada Siska yang menunggu di lobby lift.

Pertemuan ini sangat  mengganggu ku…

 

 

FACEBOOK Share





The Pick Up Line

7 12 2008

THE PROLOGUE
Sebuah percakapan yang terjadi pada tanggal 8 Oktober 2008.  Percakapan ini berdurasi kurang lebih 15 menit, yang melibatkan ‘mulutmanisyangberbisa’ (yang mabuk cinta) dan ‘gadis_cina’ (yang muntah – muntah akibat PDKT nya mulutmanisyangberbisa) – id disamarkan – dan berlangsung di Yahoo Messenger.

THE DIALOGUE
<mulutmanisyangberbisa> hi…
<gadis_cina> hi juga
<mulutmanisyangberbisa> apa kabar..?
<gadis_cina> baik, kamu..?
<mulutmanisyangberbisa> wah…aku sehat – sehat, minum susu tiap hari kok..
(maksudnya ?)

<gadis_cina> ouwwhh..bagus deh
(takjub)

<mulutmanisyangberbisa> lagi ngapain?
<gadis_cina> lagi kerja donk
<mulutmanisyangberbisa> oh…berarti aku yang ga ada kerjaan
(karyawan kayak gini nih yang pantes dipecat)

<mulutmanisyangberbisa> boleh nanya sesuatu tentang kamu gak ?
<gadis_cina> boleh, daripada nanya orang lain
<mulutmanisyangberbisa> nanya nomer kamu donk?
(malu – malu bencong)

<gadis_cina> nomer apa? nomer sepatu?
(aku tau kamu mo minta nomer hp, gak segampang itu kalee…)

<mulutmanisyangberbisa> loh kok kamu tau aku mo nanya nomer sepatu..?
(teknik berkelit a la dosengila)

<gadis_cina> buat apa?
(aneh nih orang..)

<gadis_cina> 37
<mulutmanisyangberbisa> ok, thanks. aku lagi ngadain penelitian kecil
<gadis_cina> penelitian apa ?
<mulutmanisyangberbisa> pokoknya ada hubungannya sama sepatu
<mulutmanisyangberbisa> sekarang aku nanya nomer HP kamu
<gadis_cina> gak ah…takut
<gadis_cina> ntar kamu kerjain lagi…
(ketahuan nih maunya..)

<mulutmanisyangberbisa> wah data itu sangat penting… aku lagi coba mengetahui karakter seseorang lewat nomer sepatu dan nomer HP.
<gadis_cina> ih…maksa deh
(nih orang pengen aku sambit pake mouse)

<gadis_cina> ya udah kalo kamu maksa
<gadis_cina> 0838XXXXXXXX
<gadis_cina> kalo gak salah….aku lupa.

<mulutmanisyangberbisa> wah, thanks. Loh kok kalo gak salah ???
<gadis_cina> gak hafal, aku suka lupa
<mulutmanisyangberbisa> oh…kamu mau tahu karakter kamu berdasarkan nomer sepatu dan HP kamu..?
<gadis_cina> hmmm…aku kayak apa?
<mulutmanisyangberbisa> menurut penelitianku, kamu tuh orangnya cantik, baik hati, ramah, dan suka usil…
(hmmmffff..garing banget…..mayday..mayday)

<gadis_cina> yeee salaah….
<gadis_cina> aku gak kayak gitu kok..

<mulutmanisyangberbisa> loh kok salah…???
(lah wong penelitian gombal kok minta bener…wekekeke duduls!!)

<mulutmanisyangberbisa> berarti kamu tuh orangnya jelek, kejam, ketus dan pendiam…?
<gadis_cina> hehehe…gak kayak gitu juga kali…

<mulutmanisyangberbisa> kok bisa salah ya…?
(ulur waktu..cari inspirasi buat ngeles)

<mulutmanisyangberbisa> sebentar…
<mulutmanisyangberbisa> kaki kiri sama kanan kamu gak sama besar ya?
<gadis_cina> kok tahu…??
(sial…kok bisa tahu ya?)

<mulutmanisyangberbisa> ya kalo hasil penelitianku salah, kesimpulannya cuma satu, ukuran sepatu responden, kiri sama kanannya gak sama…
(lucky guess…..pure luck)

<gadis_cina> iya nih, yg kanan 37 tapi yang kiri 38
<gadis_cina> tapi aku suka pake 37, walaupun yang kiri agak kesempitan.

<mulutmanisyangberbisa> pantesan…harusnya kamu ngomong dari awal jadi hasil penelitianku gak akan salah..

<gadis_cina> hahahaha…
(maksa banget sih)

<mulutmanisyangberbisa> tapi aku jadi punya hipotesa baru nih, mau tau gak?
<gadis_cina> apa?
<mulutmanisyangberbisa> kamu tadi kan bilang kalo kamu suka lupa nomer HP
<mulutmanisyangberbisa> ternyata ada hubungannya antara nomer HP, nomer sepatu dan kamu yang suka lupa.
<gadis_cina> masa sih ?
<gadis_cina> gak ada hubungannya kali..

<mulutmanisyangberbisa> ada !
<mulutmanisyangberbisa> Jadi karena kaki kiri – kanan kamu gak sama, maka yg kiri pake sepatu kesempitan. Karena sepatu yang sempit, maka peredaran darah di tubuh kamu gak lancar, otomatis peredaran darah ke otak juga ikut terganggu, maka kamu jadi susah inget nomor HP. Apalagi nomer HP ada 12 digit, jadi tambah susah diinget.
(asli…kayaknya udah mulai desperate dan kehilangan akal sehat gara – gara gak dapet – dapet pacar cewek cina)

<gadis_cina> huahahaha…kamu lucu deh.
<mulutmanisyangberbisa> masa sih
(mukanya biru, merah, item, kuning, ijo)

<mulutmanisyangberbisa> by the way…nanti malem ada acara gak?
<gadis_cina> enggak, emang kenapa?
<mulutmanisyangberbisa> aku pengen main ke tempat kamu..
<gadis_cina> mau ngapain?
<mulutmanisyangberbisa> mo mijitin kaki kamu, biar darahnya lancar, jadi kamu gak sering lupa lagi..

– gadis_cina just signed out –

THE EPILOGUE
Setelah kecewa ditinggal ‘sign out’ secara tiba – tiba, mulutmanisyangberbisa masih harus menerima kenyataan bahwa nomer HP yang diberikan sudah tidak aktif lagi (so much with the effort). Sekarang dia malah mempermalukan diri dengan mem ‘posting’ rekaman percakapan itu di blog nya untuk dibaca banyak orang.

Thanks to:
XHP aka Yuli and YM for making the conversation possible.
dosengila for teaching me how to flirt, but somehow it doesn’t work for chinese girl…hehehehe…
Diana Wardani for introducing the girl.

FACEBOOK Share





My Dirty Little Secret (Pilih sendiri ending mu !)

4 12 2008

Duduk di Sky Terace lantai 10 Plaza Semanggi, sangat menenangkan. Sementara di jalan Gatot Subroto masih terlihat arus lalu lintas merayap perlahan ke arah luar Jakarta. Tersedia fettucine dan lime squash, serta sebungkus rokok dunhill untuk malam ini. Hingar bingar ABG riuh rendah, membuat suasana makin indah.

jarophotography.com

Source: jarophotography.com

Aku nyalakan laptopku, mengunjungi blog ku sendiri. Bibirku mengulum senyum, saat membaca kembali komentar – komentar dari nana, sabri, dosen gila, miaw dan aris widayati. Thanks atas apresiasinya. Semoga malam ini aku bisa posting lagi.

“ I’ll keep you, my dirty little secret…..”

Ring tone HP ku berbunyi, menyanyikan salah satu lagu hits dari All American Reject. Aku suka lagu ini karena liriknya gak munafik, semua orang pasti punya rahasia kecil yang ingin disimpan rapat – rapat.

Aku angkat HP ku, di layarnya tertera ‘Diana – Wardani’.

“Halooo…”

“Mas, aku mau curhat…”

Wah, bakal jadi malam yang berat, nih pikirku. Tapi memang dia biasa diskusi denganku.

Temanya, seperti yang sudah – sudah, adalah soal cowok. Diana, sepupuku ini, merasa gak sreg sama cowok yang sedang dekat dengannya saat ini. Katanya cowok itu gak dewasa, gak bisa diajak diskusi dan emosional. Pokoknya gak seperti aku, imbuhnya lagi. Walah… berasa melayang, padahal sudah di lantai 10 nih. Susah juga kalo sudah mulai membanding-bandingkan, yang jelas tiap orang memang gak akan sama. Diana punya ekspektasi yang terlalu tinggi untuk calon pendampingnya, mungkin akan menjadi daftar yang sangat panjang bila dijabarkan.

Dengan sok wise (default mode) aku mencoba berbicara kepada telinga hatinya yang sedang terbuka.

“ Diana, ga bagus membanding-bandingkan orang. Aku tahu kamu punya kebutuhan psikologis yang kamu harap bisa kamu temukan di pasangan kamu. Tapi gak semua apa yang kamu inginkan harus kamu dapatkan di cowok kamu. Apakah adil menumpukan semua beban itu pada satu orang saja? Memang boleh sih kamu punya kriteria dasar yang harus ada di pasangan kamu, tapi cukup yang paling penting aja. Aku selalu ada untuk kamu ajak diskusi, kamu masih punya sahabat – sahabat untuk curhat. Jangan investasikan hatimu pada satu orang saja, karena suatu saat orang itu menghilang, kamu tidak akan punya siapa – siapa lagi.”

Tidak ada sahutan, sepertinya Diana sedang mencerna apa yang baru saja dia dengar.

“ Apa kamu juga seperti itu sama cewek kamu ?”

“ Ya. Dia juga tidak bisa memenuhi semua yang aku harapkan, tetapi itu gak penting. Aku menyayanginya. Aku gak memaksanya untuk bisa seperti yang aku mau. Aku masih punya orang – orang lain, seperti kamu misalnya untuk berdiskusi hal – hal yang tidak bisa aku diskusikan dengannya.”

“Makasih atas masukannya, mas, I’ll think about it.”

“Ok, anytime.”

*****************************

Ending versi 1

Malam semakin hangat, cahaya lilin kekuningan memantapkannya. Senyum cerah seorang wanita menyambutku, setelah percakapan usai. Aku peluk wanita yang duduk disebelahku itu, kepadanya lah aku juga menginvestasikan hatiku. Dia bisa memberikan apa yang aku inginkan, yang tidak bisa aku dapatkan dari pasanganku. Aku sangat menikmati malam ini bersamanya.

“ I’ll keep you, my dirty little secret…..”

Lagu itu berulang – ulang terdengar. Di layar HP ku tertera nama ‘Siska-Sayangku’. Aku ubah HP ku menjadi ‘silent mode’. Aku melongok ke bawah, mengamati jalan Gatot Subroto yang masih sangat padat. Aku tahu Siska sedang terjebak macet disuatu tempat dibawah sana. Aku sadar, aku harus menyiapkan sebuah alibi, karena malam ini aku adalah milik wanita yang sedang kudekap erat, my dirty little secret….

*****************************

Ending versi 2

Malam semakin hangat, cahaya lilin kekuningan memantapkannya. Senyum cerah seseorang menyambutku, setelah percakapan usai. Aku peluk orang yang duduk disebelahku itu, kepadanya lah aku juga menginvestasikan hatiku. Dia bisa memberikan apa yang aku inginkan, yang tidak bisa aku dapatkan dari pasanganku. Aku sangat menikmati malam ini bersamanya.

“ I’ll keep you, my dirty little secret…..”

Lagu itu berulang – ulang terdengar. Di layar HP ku tertera nama ‘Siska-Sayangku’. Aku ubah HP ku menjadi ‘silent mode’. Aku melongok ke bawah, mengamati jalan Gatot Subroto yang masih sangat padat. Aku tahu Siska sedang terjebak macet disuatu tempat dibawah sana. Aku sadar, aku harus menyiapkan sebuah alibi, karena malam ini aku adalah milik lelaki yang sedang kudekap erat, my dirty little secret….

*****************************

Note:

Dedicated to ‘Diana Wardani’

Cerita ini fiktif, kesamaan nama dan peristiwa hanyalah kebetulan belaka, dan bila sakit berlanjut hubungi dokter….lho???

FACEBOOK Share





Perspektif Kondom

28 11 2008

Sebuah lagu lama terdendang kembali. Seorang kawan lama membawa kabar dari sang fenomena )SF) kembali berkutat dengan permasalahan yang sama, dilabrak istri orang. Sebenernya udah kesekian kali….jadi wes biasa toh ?….Gandrik!! Sebuah persahabatan dengan pria beristri (PB) menghantarnya kembali pada simpul cerita yang berulang, dicemburui si istri (SI). Entah dimana letak salahnya, antara gaya bersahabat SF dengan PB atau SI memang cemburuan. Yang jelas ada yang tidak pas bagaimana mereka meletakkan persahabatan itu di tengah – tengah sebuah perkawinan…bersahabat dengan pria beristri sepertinya harus bersahabat dengan istrinya juga, kalo selintutan, yo siapa yang ndak curiga ya toh?…..

Aku sendiri gak tahu persis permasalahan yang terjadi…dan gak butuh tahu juga…lebih suka tempe ya say…, tapi menarik untuk dicatat adalah bagaimana SF bereaksi terhadap permasalahan ini, saat dia berkomentar bahwa persahabatannya yang sangat benar harus berakhir untuk alasan yang sangat salah. Ha ha ha…ternyata SF memang tidak berubah, masih self centered seperti dulu…..benar?…salah?…hak siapa untuk menilai? kamu?

Mengingatkanku akan sebuah kampanye kondom dengan tag line nya: “why is it always about you?” Berkonsep tentang seorang cowok yang tidak mau pake kondom demi kepuasannya sendiri, dan seseorang bertanya kepadanya kenapa kamu hanya memikirkan dirimu. Namun konsep ini tidak digambarkan vulgar, dipake ide cerita seorang cowok yang tidak mau dibujuk pake safety belt saat naek roller coaster. Well…the point is… kondom itu tidak hanya untuk melindungi Mr. P, tapi untuk melindungi Mrs. V juga. Tapi seberapa banyak pria yang mau melihat dari perspektif ini ?

Melihat sebuah permasalahan lepas dari sudut pandang diri sendiri memang tidak gampang. Mengerti perasaan orang lain juga tidak mudah. Seperti betapa susahnya aku mengerti mengapa SF harus merasa hancur ketika mengakhiri persahabatannya dengan PB demi keutuhan sebuah pernikahan. Tidak kah SF harusnya bisa mengerti kekhawatiran SI terhadap PB, yang suaminya sendiri ? Anggaplah itu sebagai sebuah pujian atas pesona dirinya…..SF bisa punya banyak sahabat…tapi SI cuma punya satu suami…iya kan ? Bisa jadi SF harus mengevaluasi cara dia bersahabat, karena kasus seperti ini tidak hanya sekali terjadi padanya. I know all the theories !!! teriak SF kepadaku. Dia pikir aku sedang berteori….padahal aku cuma sedang bertelor…

Wah…wah…wah…kalo sudah self centered jadi susah diajak berpikir pake perspektif lain. Aku berkesimpulan bahwa SF tidak bisa mengunyah pembelajaran dari perspektif kondom. Tidak semua hal adalah melulu tentang diri sendiri. Kalo susah mengunyah perspektif kondom, mungkin lebih baik mengunyah kondom nya saja…tersedia dalam berbagai rasa loh…iiiigghhh.

Buat SF…selamat mengunyah!!!

FACEBOOK Share





Egoisme Cinta, Saatnya Menikmati Cinta

26 11 2008

Dia telah menjadi pujaan hatiku sejak pertama aku melihatnya. Wajahnya lembut keibuan, persis seperti yang pernah kuimpikan. Paras wajah yang dapat mewakili kasih sayang, penuh pengertian, santun dan sabar. Senyumnya, rambutnya, giginya, bibirnya terasa berpadu sempurna tanpa cela.Ya sudahlah, aku suka padanya, itu saja. Aku gak mau terjebak pada kesan pertama dan kecewa pada akhirnya. Aku dan dia bekerja pada perusahaan yang sama, tapi beda departemen. Pertama bertemu saat makan siang di kantin karyawan. Dia berjalan menyusuri ruang makan menebarkan pesona, selayaknya kupu – kupu terbang membelah kebun bunga dengan angin dari kibasan sayapnya. Begitu mudahnya aku jatuh cinta. Hatiku tunduk bersimpuh, menyerah tanpa syarat.

Sebenarnya tidak terlalu sering aku jumpa dia di kantin karyawan. Faktanya kami tidak memiliki jam kerja yang sama. Pekerjaan juga tidak memberi kesempatan bagiku untuk sesering mungkin bertemu dengannya, atau sekedar bisa memiliki jam makan yang berbarengan. Yang selalu kutunggu adalah jam pulang kerja dimana aku lebih punya peluang untuk bertemu dengannya, atau boleh dibilang aku menunggunya pulang. Saat itulah kali pertama aku bertatap muka dengan dia. Gugup, canggung, tidak tahu harus berbuat apa, melempar senyum atau membuang pandangan. Tapi diantara kebingungan itu, akhirnya berhasil juga aku melempar senyum termanis untuk dia. Mungkin sekarang dia menganggapku orang yang ramah.

Pernah suatu kali aku melihatnya berjalan sendirian di jalan depan kantor, dan aku memberanikan diri untuk menawarinya tumpangan.

“ Sendirian, mbak ? ”

Sebuah pertanyaan bodoh, jelas – jelas dia sedang berjalan sendirian.

“Iya”

“ Mau bareng saya ? ”

“ Terima kasih. Saya jalan aja, nanti merepotkan.”

Sebuah penolakan yang halus, tidak membuatku patah semangat. Justru membuatku bergairah untuk ajakan kedua.

Keesokan harinya aku masih melihatnya berjalan sendirian di jalan depan kantor.

“ Yakin mbak, gak mau bareng saya ? ”

“ Gak !”

Jawabnya singkat dan tegas, hampir – hampir tidak membutuhkan waktu berpikir untuk menjawab pertanyaanku tadi.

“ Tinggal deket sini ya? “

“Iya !”

Kering dan hambar. Ini jelas – jelas sebuah penolakan, bukan sebuah itikad untuk menunjukan sikap jinak – jinak merpati. Tapi entah mengapa aku masih bisa menikmati momen itu.

Semakin sering aku menunggunya pulang, yang membuatku harus menunggu 1 jam setiap harinya, semakin banyak senyuman kusiapkan untuk dia. Aku tahu dia mulai menyadari keberadaanku. Mungkin sekarang dia menganggapku sebagai pengganggu.

Satu minggu berlalu tanpa tatap muka dengan pujaan hatiku. Sebuah kesibukan mengharuskanku tidak berpikir tentang dia, karena aku berpikir tentang Dona, partner kerjaku yang baru. Kami berada dalam satu tim, dan sangat cocok. Seakan semangat dan roh kami adalah satu. Baru 8 jam aku bekerja bersamanya, hati sudah bertaut akrab. Begitu mudah aku jatuh cinta, dan ini bukan kali pertama.

Aku dan Dona berjalan pulang selepas kerja, menuju tempat parkir. Melewati selasar yang berliku – liku dan penuh belokan, sehingga kami harus berhati – hati, kalo tidak bisa bertabrakan dari arah depan. Tiba – tiba wajah itu terlihat lagi, wajah pujaan hatiku. Muncul dari belokan di depanku, saat aku sedang berbincang akrab dengan Dona. Kutatap lekat wajah pujaanku itu, kubagi perhatianku antara Dona dan dia. Aku melihatnya melempar senyuman. Entah senyum kelegaan – karena aku akrab dengan orang lain, sehingga tidak akan mengganggunya lagi – atau senyum kecut – karena dia menyangka aku hanya memuja dirinya saja. Mungkin sekarang dia menganggapku buaya darat.

Cinta kadang menjadi makhluk yang sangat egois. Menuntut tanpa memberi ruang bagi pengertian, menilai dan melihat berdasarkan kepentingan semata. Cinta tidaklah pernah bebas dari nilai. Omong kosong bila ada yang bilang cinta suci dan murni kecuali jika sedang bicara soal Tuhan atau khayalan. Cinta adalah pedang bermata ganda, bisa menolong, juga mencelakai. Cinta bisa memabukkan sekaligus mematikan.

Cinta dapat dipahami sebagai hal yang irasional, namun bukan berarti tidak dapat disikapi secara rasional. Janganlah hidup karena cinta, tetapi hiduplah untuk mencinta. Janganlah menjadi orang yang menerima cinta, jadilah orang yang memberi cinta, karena cinta tiada habisnya, niscaya kita akan menikmati cinta….yang pada akhirnya kita akan menikmati hidup.

FACEBOOK Share





Wanita Modern, Srikandi dan Sinta

26 11 2008

Pada
alam pikirku, terbersit dua tokoh dalam pewayangan, yang menarik
buat mengisi lamunanku tentang wanita.
Dua tokoh itu adalah
Srikandi dan Sinta. Tapi aku lebih suka membahas Sinta dahulu, karena
nama Sinta lebih dikenal umum ketimbang Srikandi. Tidak perlu
melibatkan A.C. Nielsen – yang suka bermain dengan statistik –
untuk mengetahui lebih banyak wanita yang bernama Sinta ketimbang
Srikandi.

Sinta,
istri Sri Rama dikenal sebagai sosok yang setia, dan gak neko –
neko
. Berperilaku baik sebagai seorang wanita dan seorang istri. Bahkan untuk membuktikan kesucian cintanya Sinta rela membakar
diri, supaya keharumannya menjadi nyata di hidung Sri Rama yang
tertutup upil berbau tengik. Sinta mewakili sosok wanita yang lembut,
penurut, tulus, berbudi halus, setia, penuh cinta, berbakti dan
berani mati. Tetapi dibalik itu tergambar juga Sinta sebagai sosok
yang menggantungkan kebahagiaannya pada Sri Rama. Wanita yang lemah,
selalu pasrah. Demi membangun kembali kepercayaan suami terhadap
dirinya, dia memutus nyawanya sendiri. Tidak ada kebahagiaan jika Sri
Rama tidak percaya akan cinta dan kesetiaannya, mati pun jadi tidak
rugi. Mengapa Sinta harus mati harapan saat Rama
meragukan cintanya? Kalo aku bisa mengembangkan ceritanya, akan aku
buat begini :

Sinta
berucap kepada Rama.

“What
is love without trust? I’m your faithful wife. You are the love of
my life.“

Rama
bersabda kepada Sinta.

You
have to prove it. Women are clever with words. You have been captured
by Rahwana for so long. It’s impossible that He did nothing to
you.”

“How
could you say that? What kind of woman do you think I am? I swear it.
He never touched me. I never let him. How could I prove it to you? “

Burn
yourself ! Jump into the fire. If I can smell
flower scent out from your fucking burned corpse, then all your words are true. But I doubt it.”

“But
I’ll be dead then. And what is good from a burned dead body? “

But
your love will still live in my heart, forever. That’s important
for me.”

“I’m
sick of you, Rama. I’m sick of your ego and your arrogant noble
attitude. Why is it always about you? I’m not going to jump into
the fire only for fulfilling your selfish demand. In fact, I want a
divorce.”

I’m
a king and a knight. My words should be obeyed. I will divorce you as
you have failed to prove your love and faithfulness to me.”

“Good
bye, my ex-husband. I used to love you, but not anymore. You are an
ego-maniac.”

Lalu
Sinta meninggalkan Rama, kemudian bertemu dengan seorang petani
tampan. Mereka menikah dan hidup bahagia dalam kesederhanaan yang
bersahaja. Sedangkan Rama juga menikah lagi, bahkan sampai 10 kali.
Tetapi tidak ada usia perkawinannya yang bertahan
lama, dan selalu berakhir dengan kematian istri – istrinya.
Mengapa? Apakah Rama mendapat kutukan sehingga istri – istrinya
mati semua? Tidak. Istri – istrinya mati membakar diri, setiap Rama
meragukan cinta dan kesetiaan mereka. Cinta memang membutuhkan
pengorbanan.

Jadi, Sinta bisa saja memilih orang lain yang lebih mempercayai dia,
yang mencintai dengan sederhana dan tidak harus mati karena cinta.
Apakah Sinta berkurang kemuliaannya bila dia menampik permintaan Rama
yang ego-sentris itu? Dan aku tetap berpikir mengapa masyarakat
memakai kiasan Rama & Sinta untuk menggambarkan pasangan sejoli,
sementara kisah cinta mereka berujung tragis oleh kesombongan dan
ketidakpercayaan Rama terhadap Sinta. Apakah lantaran budaya
patriarkal, yang berharap para wanitanya mau berkorban nyawa demi
lelakinya? Apa ini strategi pembodohan oleh lelaki terhadap wanita?

****************************************************************************************************

Srikandi,
merupakan ksatria wanita, ahli panah, salah seorang istri dari
Arjuna.
Mungkin bila digambarkan adalah
kebalikan dari Sinta. Tetapi bukan berarti Srikandi adalah wanita
nakal dan binal. Atau mungkin juga iya? Dia kan bukan satu –
satunya istri Arjuna. Mungkin Arjuna yang kegatelan, suka ngumbar
libido. Tapi toh Srikandi mau juga dipersunting Arjuna. Yang jelas
sosok Srikandi adalah sosok yang tangguh karena dikenal sebagai
ksatria wanita dan mampu hidup poligami. Banyak cerita yang
menggambarkan karakter Srikandi lebih dalam, tetapi kita dapat
menangkap bahwa Srikandi adalah wanita perkasa.

Lalu
mengapa Srikandi harus menjadi istri Arjuna? Dia tangguh dan perkasa,
dan pasti tak hanya Arjuna yang jatuh cinta kepadanya. Srikandi sudah
punya segalanya, menjadi seorang ksatria, jago memanah, dan hidupnya
di kalangan bangsawan. Mengapa harus Arjuna yang menaklukan hatinya?
Aku mempertanyakan apa yang Srikandi butuhkan dari seorang playboy
seperti Arjuna yang beristri banyak itu. Misalnya saja Srikandi
jatuh cinta dengan Cakil, sosok antagonis yang selalu ditempatkan
sebagai pecundang, pasti ceritanya jauh lebih menarik.

Arjuna Sasrabahu, sang pangeran cinta, kumbang penghisap madu, merayu
Srikandi untuk dipersuntingnya:

Adinda
Srikandi, dikau pujaan hatiku.
Parasmu nan
elok bak bunga mekar yang menggoda kumbang. Hatiku bergetar saat
menatap kedua matamu. Ujung panahku tak bisa menemukan sasarannya,
saat bayanganmu hadir di kepalaku. Aduh Adinda, kiranya diriku telah
jatuh cinta kepadamu.”

Terima
kasih Kakanda, atas pujian dan cintanya.
Namun
hamba tidak bisa menerima tawaran cinta Kakanda”.


”Mengapa kiranya wahai Srikandi nan jelita? Kita punya banyak
kesamaan, sama – sama jago manah, sekti mondroguno, anak bangsawan,
sejoli yang bakal bikin semua lelaki negeri Astinapura menjadi iri
hati.”


Maaf Kakanda Arjuna. Hatiku telah memilih, hatiku telah berpadu
cinta dengan seseorang. Despite semua kesamaan yang kita punya, which
is tidak menjamin kebahagiaan ada di antara cinta kita, aku telah
jatuh cinta pada seseorang terlebih dahulu.”


”Jahanam mana yang telah menaklukan hatimu? Pangeran darimana dia?
Haruskah kutaklukan negerinya untuk bisa memilikimu?”


Bukan seorang pangeran, Kakanda. Dia hanya jelata dari kalangan
raseksa. Namun dia telah benar – benar taubat, setelah mendengar
lagu : Andai Ku Tahu dari grup band Ungu. Dan aku tulus mencintainya.
Dia adalah…….Kangmas Cakil.”

Gandrik
! Jagad Dewa Bathara !
Lelucon apa ini,
Adinda?
Kalian seperti bumi dan langit,
kaki dan kepala. Apakah kamu tidak menyadari akan banyaknya usaha dan
pengorbanan untuk menyatukan perbedaan itu. Sebagai contoh saja,
berapa biaya yang harus kamu keluarkan untuk operasi plastik
rekonstruksi rahang dan gigi Cakil, supaya kamu bisa mencium cangkem
si Cakil tanpa terluka oleh rahangnya yang maju ke depan dan gigi –
giginya yang tajam?”


Itu adalah resiko dari pilihan hatiku, Kakanda Arjuna.”


”Menikahlah denganku Srikandi! Kau akan punya segalanya,  aku
adalah pangeran putra Pandu Dewanata, terlahir dengan kasta
terhormat, kekayaan dan cinta selalu menyertaiku, dan kau akan
menikmatinya secara berkelimpahan bila menjadi istriku.”


Sebagai ksatria wanita, aku adalah wanita yang mandiri, dan
tidak lagi mengejar materi. Aku seorang wanita karier, punya sekolah
memanah sendiri. Apa yang Kakanda tawarkan tidak menarik bagiku. Aku
sendiri sudah hidup berkecukupan. Aku hanya ingin mendapat cinta
sejatiku, yaitu  Kakang Cakil.”


”Dia cuma pecundang busuk, yang selalu kalah di setiap
pertempuran. Sedangkan aku ksatria sejati yang hidupnya tiada lengkap
tanpa cintamu.”


Tapi Kakang Cakil telah memenangkan hatiku, lagipula sampeyan
punya banyak istri. Aku anti poligami, Kakanda Arjuna!”


”Baiklah aku terima keputusanmu. Tapi ingatkan pada Cakil kekasihmu
itu, suatu saat bila aku bertemu dengannya akan kuhabisi nyawanya,
sehingga cintamu bisa kurengkuh.”


Sebelum engkau bisa menyakiti kekasihku, panahku akan menembus
jantungmu terlebih dahulu, Kakanda Arjuna !”


”Kita lihat saja nanti, ingsun pamit, Srikandi !”


Enyahlah !”

Kenyataanya Srikandi adalah istri Arjuna, dan Cakil tetaplah
pecundang. Seorang wanita tangguh seperti Srikandi memilih seorang
Arjuna yang ksatria juga, seseorang yang berkemampuan lebih. Bukankah
ketangguhannya berarti kemandirian ? Dan kemandiriannya berarti
kebebasan hatinya untuk memilih pasangan hidupnya dari kalangan
manapun tanpa perlu melihat status. Seseorang wanita yang lemah
mungkin akan memilih pria yang kuat untuk melengkapi hidupnya.
Mengapa seorang wanita yang kuat harus memilih pria yang kuat pula?
Tidakkah dengan kekuatan yang dimilikinya, dia berani menerima yang
lemah? Atau karena Cakil adalah produk gagal yang tidak punya PD
untuk bersanding dengan Srikandi ?

************************************************************************

Namun tidak ada cerita yang lebih menarik ketimbang kehidupan itu
sendiri, walau kehidupan malah tak ubahnya seperti cerita dalam
wayang.  Wanita dalam kehidupan ini, terutama dalam tataran budaya
timur, yang terkontaminasi kompleksitas kehidupan modern
kapitalistik, tak ubahnya antara Srikandi dan Sinta. Sama – sama
tidak berani mengambil resiko. Selalu memilih pilihan – pilihan
yang aman meskipun bersifat sementara. Walaupun emansipasi digembar –
gemborkan, kesetaraan diperjuangkan, tetap saja wanita memiliki
kecenderungan untuk menggantungkan kebahagiaannya kepada jenis lelaki
tertentu. Terlebih lagi soal kebahagiaan finansial. Materialisme
menjadi lebih identik dengan wanita ketimbang pria. Meskipun ada
wanita yang kuat secara finansial, mereka pasti juga mencari yang
punya kekayaan lebih lagi. Kalaupun ada yang sebaliknya,
prosentasenya terlalu kecil, sampai – sampai tidak berarti bila
diperbandingkan.

Selamat datang di dunia kapitalis ! Pria miskin, menangislah !

FACEBOOK Share