Kebebasan Yang Tidak Berarti (rev. 1.1)

28 11 2008

Aku merasa terperangkap dalam sebuah penjara. Terisolasi dari dunia luar. Merasa tersiksa di dalam kurungan, tidak nyaman pengap dan gelap, bersama teman – teman pesakitan satu sel. Banyak ruangan disini, tetapi tidak bisa berkomunikasi dengan orang – orang di sel lainnya. Sekatnya masif dan tidak bercelah, benar – benar menghambat ruang gerakku. Aku gak bisa mengenal orang dari sel lain, Aku hanya tahu orang – orang satu sel saja.

Teman – teman satu sel ku justru semakin membuatku gak betah, karena gak satu ide. Aku mendambakan dunia luar, mereka tidak. Aku ingin menghirup udara bebas, mereka tidak. Aku ingin sekat – sekat ini roboh, dan mereka tidak. Pernah aku bercerita kepada mereka tentang hangatnya mentari dan indahnya pelangi, tetapi mereka tidak berminat.

“Kamu tidak akan menemukan apa – apa diluar sana !” jawab salah satu teman sel ku.

“Kebebasan, teman. Itu penting. Kita tidak harus terkurung dalam kotak – kotak bertembok ini. Kita bebas menentukan keinginan kita sendiri.”

“Kita gak akan benar – benar bebas, meskipun diluar sana. Kau hanya akan kecewa nantinya.”

Dangkal sekali pikirannya. Sepertinya aku memang tidak layak bersama orang – orang ini. Mereka cuma akan meracuni cita – cita mulia ku. Aku tak akan mendengarkan omongan mereka lagi.

Mulailah aku menyusun rencana keluar, mencari celah untuk pergi dari tempat jahanam ini. Dan ternyata…tidak sulit. Mudah sekali bagiku untuk menemukan lubang keluar. Entah apa yang selama ini menutupi mataku, menjauhkan ku dari lubang keluar ini. Kalo aku bisa menemukan jalan keluar ini dengan mudah, pasti yang lain juga bisa. Lalu kenapa mereka gak mau keluar ya..? Aneh, apakah mereka gak ingin bebas ? Memang orang disini aneh – aneh, sudah gak ada yang waras.

Sudahlah, gak kupedulikan lagi mereka, aku telah menemukan jalan kebebasanku sendiri. Inilah yang aku inginkan selama ini.

Hingga akhirnya aku telah berada diluar. Aku tersenyum untuk 30 menit pertama, merayakan kebebasanku. Aku bisa menikmati hangatnya mentari dan indahnya pelangi. Berharap bertemu banyak orang, menjalani kemerdekaan ini bersama – sama.

Namun…

Tidak ada siapa – siapa disini. Tidak ada seorangpun yang menyambutku atau menyapaku. Teriknya mentari menjadi dingin di kulitku. Indahnya pelangi menjadi tidak bermakna di mataku yang mendadak buta warna ini.

Seminggu aku menunggu…. dan masih aku sendiri.

Aku teringat kata – kata teman satu sel ku. Dia benar, aku tidak menemukan apa – apa disini. Tempat ini sebenarnya adalah surga bagiku, tetapi jika aku sendiri saja seperti ini, rasanya bahkan lebih buruk dari neraka. Apa artinya kebebasan jika tidak ada seorangpun yang bisa diajak berbagi. Ternyata kita semua memang lebih suka hidup terkotak – kotak, dengan dalih membuat hidup jadi lebih mudah.

Aku mencari lubang itu dan kembali masuk ke tempat dengan ruang – ruang bersekat itu. Berkumpul kembali bersama teman satu sel ku yg dulu.

Tempat ini menjadi semakin hangat semenjak terakhir aku tinggalkan.

*************

Tulisan ini terinspirasi dari sebuah kejadian :

Aku terlahir sebagai lelaki jawa. Dibesarkan di lingkungan yang cukup demokratis dan terbuka. Tidak pernah diajarkan untuk membeda – bedakan orang atas ras/etnis, agama, status sosial, dan lain – lain. Mungkin ini juga yang membuatku jadi menyukai gadis cina, gadis diluar etnisku sendiri. Di dorong semangat ‘universal humanism’ (istilah karangan sendiri), bercita – cita untuk menembus batas – batas yang dibuat oleh masyarakat. Pada akhirnya aku harus kecewa, karena tidak menemukan gadis cina yang mau mencintaiku… ha..ha..ha..ha.

FACEBOOK Share